“POLITIK”
“APRESIASI
BUAT SLANK”
Masyrakat indonesia tentu sudah pada
mengenal kelompok musik seperti Slank.Personil-personilya sepertin tidak pernah
tampil dengan jas, dasi serta celana kain (simbol ke-elitan) sebagaiman
kebiasaan para anggota dewan di senayan sana setiap harinya.beberapa dari
mereka beramput gondrong’berantakan bahkan pernah tenggelam di dunia hitam
menggunakan obat terlarang (narkotika).
Bangsa yang pemimpinnya adalah para
koruptor dan mereka tidak mau tau betapa sakitnya hati rakyat yang tiap harinya
tidak pernah mendengarkan berita menggembirakan dari pemimpinya.bahwa pemimpin
berbuat ini untuk rakyat.Akan tetapi yang mereka dengar kan dan di baca dari
berbagai media dari hari ke hari adalah bupati ini korupsinya sekian
milyar,gubernur itu lebih gede lagi,dan manta menteri agama kita juga terkena
kasus korupsi.Aib bagi Idonesia sebagai suatu negara yang berdaulat tentunya
karena tidak ada lembaga yang bisa
menjadi harapa rakyat. Mengapa tidak?Sala satu anggota lembaga agungnya terkena
korupsi. Lalu kepada siapa lagi kita berharap untuk memberantas korupsi di
negeri ini? Pantas group band slank mendapat gelar ‘agung’?
Kehadiran kelompok musik yang satu
in beraksi di halaman gedung KPK pada hari senin (24/03/08) dengan menyanyikan lagu-lagunya
yang bertemakan anti-korupsi setidaknya menjawab kegelisahan publik bahwa masih
ada kelompok yang di harapkan melawan dan memberantas korupsi setelah harapan
pupus sudah dari kejaksaan yang memiliki otoritas.paling tidak dengan
lagu-lagunya yang bertemakan anti-korupsi, ia bisa menyerukan secara moril
kepada para slanker untuk bangkit melawan namanya korupsi.
“ DIAM ADALAH
SUATU BENTUK PENGHIANATAN,MUNDUR ADALAH SALAH SATU BENTUK PECUNDANG, BANGUN ,
BANGKIT MELAWAN ADALAH SUATU BENTUK
PERUBAHAN ”
Perjuangan moril Slank membantu
KPK dalam pemberatasan korupsi
seharusnya mendapat aspresiasi dar masyarakat Indonesia dan Pemerintah ,
khususnya, bila betul ada keseriusan untuk memerangi korupsi sebagaimana janji-janji
kampanye mereka . Slank hendaknya lebih diapresiasi perjuangannya dari pada
wakil-wakil rakyat yang tidak merakyat (lagi-lagi meminjam bahasa iwank fals).
Di senayan sana dan kejaksaan yang menjadi sarang para koruptor.Slank yang
penampilannya kocak tapi mempunyai hati yang luhur untuk bangsa.seperti juga
dengan penulisnya,hehehehehe. Ia menyuarakan akan penolakan anti-korupsi
.inilah secuil catatan kecil bentuk apresiasi penulis kepada pesonil-personil
Slank.
“Semuanya ada pada kita
bukan mereka”
“Lihatlah
betapa bobroknya bangsa ini!”, kata seseorang pemuda.“Wakil rakyat kita
melakukan korupsi, pemimpin kita tergila-gilaterhadap jabatan. Bangsa ini masih
mengemis kepada imperialismBarat!!! Mereka, para pemegang kekuasaan atas bangsa
ini apa yang mereka lakukan?”. Pemuda itu tampak berapi-api dalam berbicara.Dia
melanjutkan,”Bangsa kita jauh tertinggal dari Barat! Coba lihat betapa mereka
berkuasa sedangkan kita tidak berkutik apa-apa.”
Kemudian
temannya yang sedari tadi memperhatikan, bertanyakepada pemuda tersebut,
”Lantas apa yang Barat miliki kita tidak? Setahu saya kita yang lebih unggul.
Tanah kita subur mereka tidak. Lautan kita kaya mereka tidak. Hutan kita kaya
mereka tidak.Tambang kita juga kaya dibanding mereka”.
“Tapi
lihatlah bagaimana teknologi meraka yang canggih, betapa sistem mereka berjalan
dengan baik, bagaimana…”, bantah pemuda tersebut. Belum selesai dia berkata
temannnya telah menyela. “Berarti manusia-nya yang lebih mulia? Saya rasa
tidak. Lihatlah betapa bangsa kita ini jauh lebih memiliki nilai-nilai luhur daripada
mereka”
“Jika memang bangsa kita lebih luhur
bagaimana mungkin kita bisakalah? Lihat saja sekelilingmu sampah bertebaran.
Korupsi dimanamana,pengangguran…”Sekali lagi perkataannya pun
disela,”Saudaraku, kini telah engkau lihat bahwa permasalahannya ada pada KITA,
bukan MEREKA. Ketika mereka memiliki tanggung jawab untuk memungut sampah di jalanan,
sesungguhnya kita lah yang berkewajiban untuk tidak membuang sampah pada
tempatnya. Jadi apakah bijaksana jika kita menyalahkan mereka atas sampah yang
kita buang?”
catatan
Sering
sekali saya mendengar orang-orang yang mencemooh apa yang dilakukan pemerintah.
Pemerintah begini lah, pemerintah begitulah. Baiklah memang saya akui bahwa
para pemegang kekuasaan NKRI di tingkat eksekutif, legislatif, maupun yudikatif
belum mencapai tingkat kinerja yang ideal. Akan tetapi apakah semua keburukan
yang
terjadi di
NKRI ini adalah tanggung jawab dan akibat perbuatan
mereka? Mari
kita pergi ke sebuah negeri di daerah Asia Timur yang bernama Jepang. Apa
keunggulan mereka dibanding kita? Jelas kita tertinggal jauh dalam hal
teknologi disbanding mereka. Pertanyaannya adalah mengapa itu bisa terjadi?
Jawabannya adalah karena mereka giat bekerja.
Sebuah
hal yang pantas kita renungkan adalah siapakah yang berkewajiban untuk bekerja,
kita (masyarakat/diri kita sendiri) atau mereka (pemerintah)? Tentu tanggung jawab
untuk giat bekerja ada pada diri sendiri. Oleh karena itu sungguh tidak bijak menyalahkan
mereka atas tanggung jawab yang tidak kita lakukan. Kita ambil sebuah contoh
lain dimana sebuah kota di Barat dipandang lebih maju daripada kota lainnya di
NKRI. Kota itu adalah kota yang terautr, masyarakatnya taat berlalu lintas,
bersih, dan nyaman. Mari kita selidiki satu persatu. Apa yang menyebabkan
lalulintasnya teratur? Apakah karenaa selalu diatru oleh pihak yang berwenang
(Polisi)? Oh ternyata tidak, Polisi
disana
hanya duduk-duduk di dalam mobil sambil makan kue donat (film banget). Tetapi masyarakatnya
menaati rambu lalu lintas semisal traffic light, tidak parkir sembarangan, dan
sebagainya. Lalu mengapa kota tersebut bisa bersih? Apakah petugas kebersihannya
berdedikasi tinggi dan jumlahnya banyak? Ternyata tidak. Di sudut jalan kita
melihat seorang warga Negara mengantongi bungkus permen yang telah dia makan.
DI tempat lain kita lihat beberapa orang membuang sampah pada tempatnya. Mengapa
kota tersebut begitu nyaman? Karena kota tersebut bersih dan teratur. Bagaimana
dengan disini yang kebalikannya.
Siapakah
yang yang menyebabkan kota ini kotor dan tidak teratur? Itu semua
adalah
kita sendiri, kita yang membuang sampah sembarangan, kita yang menerobos lampu
merah, dan sebagainya. Jadi bagaimana membuat bangsa ini maju? Semuanya dimulai
dari
KITA dan
bukan MEREKA. Ketika kita kagum pada Microsoft buatan Amerika maka sebenarnya
siapa yang kita kagumi? Presiden Amerika atau Bill Gates?? Lalu siapakah Bill Gates?
Apakah dia Mentri Teknologi? Bukan, Bill Gates adalah warga Negara biasa yang
membuat
negaranya bangga. Kebanggaan yang dikumpulkan dari tiap individu itulah yang
membuat Negara itu tampak besar.
Saya
pikir, kalaupun Ahmadinejad ataupun Barrack Obama sekalipun menjadi presiden
Indonesia, negeri ini tidak akan berubah kecuali kita sebagai rakyatnya mau
berubah. Jadi kini saatnya kita teriakkan, “Ini semua adalah tentang KITA, bukan
MEREKA!!!”. Mulailah bertindak untuk sebuah perubahan. Jangan mengharapkan
perubahan akan datang dengan sendirinya tiba-tiba.
“Omong kosong”
Aku
tinggal di sebuah negeri omong kosong. Negeri dimana mereka lebih suka meributkan
sesuatu yang baru akan mereka rencanakan untuk dilakukan. Ketika negeri ini
masih sibuk berdebat tentang mau makan apa mereka, maka anak-anak mereka sudah
mati kelaparan. Mereka sibuk memperdebatkan sistem yang terus menerus mereka
ubah tanpa pernah sempat mereka lakukan. Mereka lebih suka
membanding-bandingkan Pancasila dengan ideologi-ideologi lain semisal sosialis,
kapitalis, dan menyebutnya sebagai ideologi banci. Akan tetapi jangankan
melaksanakannya, mereka bahkan tidak paham apa yang mereka bicarakan. Mereka adalah
orang-orang yang hanya bisa mencemooh apa milik mereka sendiri.
Mereka
itulah banci sebenarnya. Mereka yang sibuk menyalahkan UAN karena kualitas
pendidikan bangsa mereka tidak meningkat secara signifikan. Ayolah, mana ada
siswa yang
belajar kalau tidak ada UAN. Janganlah kalian menjadi sok humanis kalau
kenyataannya apa yang kalian hadapi belum bisa dikatakan sebagai human
(manusia). Kalian lihat bagaimana mereka mencontek saat ujian yang bahkan
nilainya tidak dihitung oleh guru
mereka.
Pendidikan kita hancur bukan karena sistem yang ada. Tetapi karena kita tidak
bisa melaksanakan sistem yang ada. Bahkan sistem yang relatif sederhana pun
tidak bisa kita lakukan tetapi kita berharap terhadap sistem yang rumit? Ah,
omong kosong.
Mereka
yang sibuk mencibir lalu lintas yang semrawut disaat mereka sendiri sering
menerobos lampu merah. Mereka yang sibuk mencibir sistem yang ada tanpa pernah
mereka mencoba untuk melaksanakannya. Mereka hanya berharap bahwa segala sesuatunya
langsung jadi, tanpa harus mereka bersusah payah. Cukuplah
pemerintah
yang mengubahnya dalam waktu satu dua hari.
Mereka
juga yang sering menghina kinerja pegawai negeri sipil di instansi pemerintah
karena kurang sigap dalam bekerja. Sementara mereka sendiri, mengerjakan tugas
yang diberikan dosen atau guru menjelang hari pengumpulan dengan seadanya.
Memang sama saja. Ah, negeri ini memang negeri kata-kata. Berharap segala sesuatunya
bisa diselesaikan dengan kata-kata. Di saat kita sibuk mennyalahkan sistem,
namun sebenarnya diri kitalah yang salah karena gagal menjalankannnya. Bukan
sistem yang gagal meraih tujuan, tetapi kita yang gagal menjalankan sistem.
Sebaik apapun strategi jika tidak kita lakukan tetap saja tidak berarti
apa-apa. Tetapi menyalahkan sistem jauh lebih enak dihati daripada menyalahkan
diri sendiri bukan? Memang omong kosong. Kita ini omong kosong. Sudahlah
lakukan saja dulu dan lihat hasilnya. Jika menanak nasi saja kita tidak bisa dan
tidak mencoba untuk melakukannya, bagaimana kita bisa berharap makan nasi
goreng?
Catatan.
Dosen
saya pernah berkata, bahwa yang dibutuhkan dalam pembangunan Indonesia
sebenarnya hanyalah stabilitas. Lihat saja betapa di negara kita ini suatu
sistem dapat diganti dengan mudahnya tanpa pertimbangan yang benar-benar matang.
Selain itu pesatnya pembangunan masa orde baru dan pemerintahan SBY kini tidak
lepas
dari
adanya stabilitas itu sendiri. Misalnya saja dalam dunia pendidikan sudah
berapa kali kita mengalami ganti sistem dalam beberapa tahun terakhir ini.
Namun pada prakteknya pergantian kurikulum hanyalah sampai pada pergantian nama
dan belum sempat menyentuh esensi dasarnya akan tetapi kita telah terburu-buru
menggatakan bahwa sistem
tersebut
gagal dan langsung diganti. Lihat saja sejarah KBK yang begitu mulia namun
hanya bertahan beberapa saat tanpa sempat mengubah esensi dasar yaitu praktek
pendidikan di lapangan.
Dalam ilmu manajemen kita memahami bahwa
kegagalan suatu strategi dapat disebabkan oleh dua hal yaitu yang pertama
adalah strategi iitu sendiri dan yang kedua adalah pelaksanaannya di lapangan. Apa
yang terjadi di negeri ini sebenarnya adalah kegagalan dalam menerapkan sistem
yang telah kita susun. Namun apa yang kita
lakukan
selama ini selalu saja memperdebatkan hal-hal yang sifatnnya perencanaan tanpa
pernah kita menerapkannya. Yang terjadi hanyalah ini semua menjadi sebuah omong
kosong belaka tanpa penerapan. Mungkin ada kalanya kita sesekali mencoba
menerapkan sesuatu tanpa banyak omong semaksimal mungkin. Jika kita telah
berhasil melakukannya, barulah kita evaluasi kesalahan yang ada. Jangan hanya
ribut pada isu namun kosong dalam praktek.
“air mata untuk tahun 1928 ketika para
pemudah melupakan sumpahnya”
Bukan
kami yang mengucap sumpah 85 tahun yang lalu. Tetapi kakek tua renta yang duduk
di seberang sana. Maka tidak ada ikatan apa pun bagi kami. Sungguh, Kek, apa
yang kakek lakukan 81 tahun silam itu tidak berarti apa-apa bagi kami. Mungkin
bagi kakek, itu adalah sebuah bukti pengorbanan dan rasa cinta taah air bagi
kakek. Namun bagi kami, kini dimana cinta tanah air sudah tidak lagi populer
dan dianggap sebagai sebuah fanatisme sempit dan tergeser oleh tatanan
masyarakat global, apa yang kakek lakukan hanya tinggal coretan kata di buku
pelajaran anak-anak yang masih memakai baju putih-merah.
Kami putra-putri Indonesia
mengaku bertumpah
darah yang satu, Tanah Air
Indonesia
Kek,
aku ingin bertanya sesuatu. Apa itu tanah air? Kami pun tidak tahu.
Sesungguhnya kami adalaha warga negara Indonesia. Kami hanya manusia yang
bermukim di wilayah yang kebetulan merupakan bagian dari wilayah kedaulatan
NKRI. Bukan berarti kami rela menumpahkan darah demi tempat tinggal kami.
Sungguh jika kami mampu, maka kami akan lebih memilih tinggal di negara-negara Eropa
sana untuk agar bisa memadu kasih di bayang-bayang keindahan Eiffel, berteriak
kebebasan di atas Miss Liberty, atau tersesat di keramaian kota New York. Hanya
saja kami tidak mampu. Takdir mendamparkan kami di negeri yang masyarakatnya
banyak di bawah garis kemiskinan atau tepat di garis kemiskinan tersebut.
Negeri dengan ketimpangan ekonomi yang sangat besar. Dan sebuah negara besar
yang bahkan tidak berkutik meski berulang kali diusik oleh tetangganya. Jadi
buat apa kami menumpahkan darah untuk tanah ini? Sungguh hanya orang-orang
bodoh yang rela menumpahkan darah dan berperang hanya demi apa yang mereka
sebut harga diri. Heran
saja di
zaman globalisasi ini masih ada orang yang fanatik sempit hanya untuk apa yang
mereka sebut tanah air. Kami hanyalah warga negara, kami bukan penduduk. Tidak
ada kewajiban bagi kami untuk membela apa yang disebut tanah air. Bahkan kami
tidak mengerti apa itu.
Kami putra-putri Indonesia
mengaku berbangsa
yang satu, Bangsa Indonesia
Sadarlah,
Kek. Jendral tersenyum itu tidak lagi berkuasa. Tidak ada lagi istilah
menyatukan keragaman. Di masa sekarang ini yang sedang trend adalah upaya mempertahankan
keragaman. Tidak perlulah kalian berbohong dengan berkata hanya ada satu bangsa
di NKRI ini. Bahkan secara nyata tampak dari dulu bahwa negara ini didiami oleh
bermacam-macam
bangsa yang berbeda baik itu pribumi maupun. Secara ilmiah, tidak ada apa itu
yang kalian sebut sebagai Bangsa Indonesia. Selama 32 tahun Orde Baru istilah
Bangsa
Indonesia hanya digunakan orang-orang Jawa dalam upayanya menjajah
daerah-daerah lain. Kini lihatlah mereka mulai sadar bahwa tidak ada Bangsa
Indonesia, yang ada adalah Bangsa Jawa yang memaksakan bangsa-bangsa lain di
NKRI ini untuk
mengikuti
mereka.Kek, kenapa kalian berbohong bahwa kalian itu sama? Kenapa kalian
membuat sumpah palsu bahwa kalian itu satu? Bukankah pada kenyataannya kalian
itu berbeda-beda dan itu tidak dapat dipungkiri lagi. Mungkin hanya satu
kesamaan kalian pada waktu itu yaitu: sama-sama dijajah! Kenapa pula Kakek
bangga mengaku bagian dari mereka? Lihatlah mereka adalah sekumpulan
orang-orang yang malas bekerja dan korup. Tidak ada yang membanggakan dari
mereka. Lihatlah negara yang kaya ini hancur bukan karena orang lain, tetapi
karena perilaku mereka sendiri. Lalu apa yang Kakek banggakan dengan mengaku kalian
adalah satu: Bangsa Indonesia?
Kami putra-putri
Indonesia menjunjung bahasa
persatuan, Bahasa Indonesia
Kek,
ingatkah adikku yang paling kecil kini bersekolah di Taman Kanak-Kanak? Disana
dia tidak lagi diajari bahasa persatuan kalian itu. Ini era globalisasi. Maka
kini Bahasa Persatuan kami adalah Bahasa Inggris. Bahasa Inggris lah yang
menyatukan kami dengan negara-negara lain. Bahasa Inggris pula lah yang
menunjukkan seberapa terpelajar kami di masayarakat kita ini. Maka jangan heran
jika kini orang tua kami lebih suka
menyekolahkan anaknya di sekoah yang
mengajarkan Bahasa Persatuan kami itu. Jangan heran pula jika kini kami lebih
suka menggunakan isstilah asing dalam keseharian kami. Karena bahasa persatuan
kami adalah Bahasa Inggris. Cukuplah Bahasa Persatuan kalian itu dipelajari
dalam sekolahsekolah konvesional kami dari umur 5tahun hingga 18tahun, tidak lebih.
Dan jangan berharap kami akan menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari kami
karena itu sangat memalukan. Mana mungkin di zaman globalisasi ini kami masih
menggunakan bahasa konvensional itu?? Lihatlah buku-buku kami, dapatkah Kakek
temukan Bahasa Persatuan kakek? Lihatlah selebaran-selebaran kami yang dipenuhi
istilah-istilah Bahasa Persatuan kami. Lihatlah forum-forum terpelajar kami
yang mulai meninggalkan Bahasa Persatuan kakek karena sudah ketinggalan zaman.
Kek,kenapa 85 tahun yang lalu kalian tidak bersumpah saja menjunjung tinggi
Bahasa Inggris? Sekali lagi, Kek, kami sungguh tidak paham dengan kalian.
Mengapa kalian membuat sumpah semacam itu 85 tahun yang lalu? Tidak tahukah
kakek bahwa Sumpah dan Janji itu sangat sakral dan harus ditepati? Tapi
untunglah, Kek, bukan kami yang bersumpah melainkan kalian.
Catatan.
Sumpah
pemuda itu sumpahnya siapa? Jika memang pemuda pada zaman itu yang bersumpah,
maka tentu kini sumpah itu menjadi sumpah orang tua. Namun sumpah pemuda adalah
sumpah yang melekat kepada seluruh pemuda di Indonesia tanpa mengenal
zaman. Catatan
ini ditulis dalam rangka memperingati hari sumpah pemuda. Pertanyannya adalah
apakah pemuda Indonesia saat ini mau bersumpah semacam ini? Sumpah pemuda kini
tidak lebih dari sekedar hiasan dinding di gedung-gedung sekolah tua. Para
pemuda lupa akan sumpah yang tidak pernah mereka ucapkan tersebut. Terlepas dari
itu semua sumpah pemuda berisi harapan akan Indonesia yang bersatu. Indonesia
yang melupakan label-label kedaerahannya dan menyatu menjadi sebuah masyarakat
yang satu. Ini merupakan suatu tantangan tersendiri, dimana Indonesia didiami oleh
bermacam-macam bangsa yang berbeda-beda. Terlebih lagi di zaman sekarang ini
dimana keragaman semakin diperkuat. Sumpah pemuda menyadarkan kita mengapa
Indonesia tidak menjadi negara serikat. Negara serikat memelihara keragaman dan
menyatukan keragaman tersebut dalam suatu ikatan formal. Namun para pendahulu
kita menginkan negara yang satu, negara yang
meskipun
terdiri dari berbagai macam bangsa namun melebur menjadi satu yaitu bangsa
Indonesia, yang memiliki tanah tumpah darah yang satu, dan berbahasa satu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar