Jumat, 14 Juni 2013

politik


“POLITIK”
“APRESIASI BUAT SLANK
                Masyrakat indonesia tentu sudah pada mengenal kelompok musik seperti Slank.Personil-personilya sepertin tidak pernah tampil dengan jas, dasi serta celana kain (simbol ke-elitan) sebagaiman kebiasaan para anggota dewan di senayan sana setiap harinya.beberapa dari mereka beramput gondrong’berantakan bahkan pernah tenggelam di dunia hitam menggunakan obat terlarang (narkotika).
            Bangsa yang pemimpinnya adalah para koruptor dan mereka tidak mau tau betapa sakitnya hati rakyat yang tiap harinya tidak pernah mendengarkan berita menggembirakan dari pemimpinya.bahwa pemimpin berbuat ini untuk rakyat.Akan tetapi yang mereka dengar kan dan di baca dari berbagai media dari hari ke hari adalah bupati ini korupsinya sekian milyar,gubernur itu lebih gede lagi,dan manta menteri agama kita juga terkena kasus korupsi.Aib bagi Idonesia sebagai suatu negara yang berdaulat tentunya karena tidak  ada lembaga yang bisa menjadi harapa rakyat. Mengapa tidak?Sala satu anggota lembaga agungnya terkena korupsi. Lalu kepada siapa lagi kita berharap untuk memberantas korupsi di negeri ini? Pantas group band slank mendapat gelar ‘agung’?
            Kehadiran kelompok musik yang satu in beraksi di halaman gedung KPK pada hari senin  (24/03/08) dengan menyanyikan lagu-lagunya yang bertemakan anti-korupsi setidaknya menjawab kegelisahan publik bahwa masih ada kelompok yang di harapkan melawan dan memberantas korupsi setelah harapan pupus sudah dari kejaksaan yang memiliki otoritas.paling tidak dengan lagu-lagunya yang bertemakan anti-korupsi, ia bisa menyerukan secara moril kepada para slanker untuk bangkit melawan namanya korupsi.
“ DIAM ADALAH SUATU BENTUK PENGHIANATAN,MUNDUR ADALAH SALAH SATU BENTUK PECUNDANG, BANGUN , BANGKIT  MELAWAN ADALAH SUATU BENTUK PERUBAHAN ”
               
                Perjuangan moril Slank membantu KPK  dalam pemberatasan korupsi seharusnya mendapat aspresiasi dar masyarakat Indonesia dan Pemerintah , khususnya, bila betul ada keseriusan untuk memerangi korupsi sebagaimana janji-janji kampanye mereka . Slank hendaknya lebih diapresiasi perjuangannya dari pada wakil-wakil rakyat yang tidak merakyat (lagi-lagi meminjam bahasa iwank fals). Di senayan sana dan kejaksaan yang menjadi sarang para koruptor.Slank yang penampilannya kocak tapi mempunyai hati yang luhur untuk bangsa.seperti juga dengan penulisnya,hehehehehe. Ia menyuarakan akan penolakan anti-korupsi .inilah secuil catatan kecil bentuk apresiasi penulis kepada pesonil-personil Slank.

“Semuanya ada pada kita bukan mereka”

“Lihatlah betapa bobroknya bangsa ini!”, kata seseorang pemuda.“Wakil rakyat kita melakukan korupsi, pemimpin kita tergila-gilaterhadap jabatan. Bangsa ini masih mengemis kepada imperialismBarat!!! Mereka, para pemegang kekuasaan atas bangsa ini apa yang mereka lakukan?”. Pemuda itu tampak berapi-api dalam berbicara.Dia melanjutkan,”Bangsa kita jauh tertinggal dari Barat! Coba lihat betapa mereka berkuasa sedangkan kita tidak berkutik apa-apa.”
Kemudian temannya yang sedari tadi memperhatikan, bertanyakepada pemuda tersebut, ”Lantas apa yang Barat miliki kita tidak? Setahu saya kita yang lebih unggul. Tanah kita subur mereka tidak. Lautan kita kaya mereka tidak. Hutan kita kaya mereka tidak.Tambang kita juga kaya dibanding mereka”.
            “Tapi lihatlah bagaimana teknologi meraka yang canggih, betapa sistem mereka berjalan dengan baik, bagaimana…”, bantah pemuda tersebut. Belum selesai dia berkata temannnya telah menyela. “Berarti manusia-nya yang lebih mulia? Saya rasa tidak. Lihatlah betapa bangsa kita ini jauh lebih memiliki nilai-nilai luhur daripada mereka”
“Jika memang bangsa kita lebih luhur bagaimana mungkin kita bisakalah? Lihat saja sekelilingmu sampah bertebaran. Korupsi dimanamana,pengangguran…”Sekali lagi perkataannya pun disela,”Saudaraku, kini telah engkau lihat bahwa permasalahannya ada pada KITA, bukan MEREKA. Ketika mereka memiliki tanggung jawab untuk memungut sampah di jalanan, sesungguhnya kita lah yang berkewajiban untuk tidak membuang sampah pada tempatnya. Jadi apakah bijaksana jika kita menyalahkan mereka atas sampah yang kita buang?”
catatan
Sering sekali saya mendengar orang-orang yang mencemooh apa yang dilakukan pemerintah. Pemerintah begini lah, pemerintah begitulah. Baiklah memang saya akui bahwa para pemegang kekuasaan NKRI di tingkat eksekutif, legislatif, maupun yudikatif belum mencapai tingkat kinerja yang ideal. Akan tetapi apakah semua keburukan yang
terjadi di NKRI ini adalah tanggung jawab dan akibat perbuatan
mereka? Mari kita pergi ke sebuah negeri di daerah Asia Timur yang bernama Jepang. Apa keunggulan mereka dibanding kita? Jelas kita tertinggal jauh dalam hal teknologi disbanding mereka. Pertanyaannya adalah mengapa itu bisa terjadi? Jawabannya adalah karena mereka giat bekerja.
Sebuah hal yang pantas kita renungkan adalah siapakah yang berkewajiban untuk bekerja, kita (masyarakat/diri kita sendiri) atau mereka (pemerintah)? Tentu tanggung jawab untuk giat bekerja ada pada diri sendiri. Oleh karena itu sungguh tidak bijak menyalahkan mereka atas tanggung jawab yang tidak kita lakukan. Kita ambil sebuah contoh lain dimana sebuah kota di Barat dipandang lebih maju daripada kota lainnya di NKRI. Kota itu adalah kota yang terautr, masyarakatnya taat berlalu lintas, bersih, dan nyaman. Mari kita selidiki satu persatu. Apa yang menyebabkan lalulintasnya teratur? Apakah karenaa selalu diatru oleh pihak yang berwenang (Polisi)? Oh ternyata tidak, Polisi
disana hanya duduk-duduk di dalam mobil sambil makan kue donat (film banget). Tetapi masyarakatnya menaati rambu lalu lintas semisal traffic light, tidak parkir sembarangan, dan sebagainya. Lalu mengapa kota tersebut bisa bersih? Apakah petugas kebersihannya berdedikasi tinggi dan jumlahnya banyak? Ternyata tidak. Di sudut jalan kita melihat seorang warga Negara mengantongi bungkus permen yang telah dia makan. DI tempat lain kita lihat beberapa orang membuang sampah pada tempatnya. Mengapa kota tersebut begitu nyaman? Karena kota tersebut bersih dan teratur. Bagaimana dengan disini yang kebalikannya.
Siapakah yang yang menyebabkan kota ini kotor dan tidak teratur? Itu semua
adalah kita sendiri, kita yang membuang sampah sembarangan, kita yang menerobos lampu merah, dan sebagainya. Jadi bagaimana membuat bangsa ini maju? Semuanya dimulai dari
KITA dan bukan MEREKA. Ketika kita kagum pada Microsoft buatan Amerika maka sebenarnya siapa yang kita kagumi? Presiden Amerika atau Bill Gates?? Lalu siapakah Bill Gates? Apakah dia Mentri Teknologi? Bukan, Bill Gates adalah warga Negara biasa yang
membuat negaranya bangga. Kebanggaan yang dikumpulkan dari tiap individu itulah yang membuat Negara itu tampak besar.
Saya pikir, kalaupun Ahmadinejad ataupun Barrack Obama sekalipun menjadi presiden Indonesia, negeri ini tidak akan berubah kecuali kita sebagai rakyatnya mau berubah. Jadi kini saatnya kita teriakkan, “Ini semua adalah tentang KITA, bukan MEREKA!!!”. Mulailah bertindak untuk sebuah perubahan. Jangan mengharapkan perubahan akan datang dengan sendirinya tiba-tiba.

















“Omong kosong”
Aku tinggal di sebuah negeri omong kosong. Negeri dimana mereka lebih suka meributkan sesuatu yang baru akan mereka rencanakan untuk dilakukan. Ketika negeri ini masih sibuk berdebat tentang mau makan apa mereka, maka anak-anak mereka sudah mati kelaparan. Mereka sibuk memperdebatkan sistem yang terus menerus mereka ubah tanpa pernah sempat mereka lakukan. Mereka lebih suka membanding-bandingkan Pancasila dengan ideologi-ideologi lain semisal sosialis, kapitalis, dan menyebutnya sebagai ideologi banci. Akan tetapi jangankan melaksanakannya, mereka bahkan tidak paham apa yang mereka bicarakan. Mereka adalah orang-orang yang hanya bisa mencemooh apa milik mereka sendiri.
Mereka itulah banci sebenarnya. Mereka yang sibuk menyalahkan UAN karena kualitas pendidikan bangsa mereka tidak meningkat secara signifikan. Ayolah, mana ada
siswa yang belajar kalau tidak ada UAN. Janganlah kalian menjadi sok humanis kalau kenyataannya apa yang kalian hadapi belum bisa dikatakan sebagai human (manusia). Kalian lihat bagaimana mereka mencontek saat ujian yang bahkan nilainya tidak dihitung oleh guru
mereka. Pendidikan kita hancur bukan karena sistem yang ada. Tetapi karena kita tidak bisa melaksanakan sistem yang ada. Bahkan sistem yang relatif sederhana pun tidak bisa kita lakukan tetapi kita berharap terhadap sistem yang rumit? Ah, omong kosong.
Mereka yang sibuk mencibir lalu lintas yang semrawut disaat mereka sendiri sering menerobos lampu merah. Mereka yang sibuk mencibir sistem yang ada tanpa pernah mereka mencoba untuk melaksanakannya. Mereka hanya berharap bahwa segala sesuatunya langsung jadi, tanpa harus mereka bersusah payah. Cukuplah
pemerintah yang mengubahnya dalam waktu satu dua hari.
Mereka juga yang sering menghina kinerja pegawai negeri sipil di instansi pemerintah karena kurang sigap dalam bekerja. Sementara mereka sendiri, mengerjakan tugas yang diberikan dosen atau guru menjelang hari pengumpulan dengan seadanya. Memang sama saja. Ah, negeri ini memang negeri kata-kata. Berharap segala sesuatunya bisa diselesaikan dengan kata-kata. Di saat kita sibuk mennyalahkan sistem, namun sebenarnya diri kitalah yang salah karena gagal menjalankannnya. Bukan sistem yang gagal meraih tujuan, tetapi kita yang gagal menjalankan sistem. Sebaik apapun strategi jika tidak kita lakukan tetap saja tidak berarti apa-apa. Tetapi menyalahkan sistem jauh lebih enak dihati daripada menyalahkan diri sendiri bukan? Memang omong kosong. Kita ini omong kosong. Sudahlah lakukan saja dulu dan lihat hasilnya. Jika menanak nasi saja kita tidak bisa dan tidak mencoba untuk melakukannya, bagaimana kita bisa berharap makan nasi goreng?

Catatan.
Dosen saya pernah berkata, bahwa yang dibutuhkan dalam pembangunan Indonesia sebenarnya hanyalah stabilitas. Lihat saja betapa di negara kita ini suatu sistem dapat diganti dengan mudahnya tanpa pertimbangan yang benar-benar matang. Selain itu pesatnya pembangunan masa orde baru dan pemerintahan SBY kini tidak lepas
dari adanya stabilitas itu sendiri. Misalnya saja dalam dunia pendidikan sudah berapa kali kita mengalami ganti sistem dalam beberapa tahun terakhir ini. Namun pada prakteknya pergantian kurikulum hanyalah sampai pada pergantian nama dan belum sempat menyentuh esensi dasarnya akan tetapi kita telah terburu-buru menggatakan bahwa sistem
tersebut gagal dan langsung diganti. Lihat saja sejarah KBK yang begitu mulia namun hanya bertahan beberapa saat tanpa sempat mengubah esensi dasar yaitu praktek pendidikan di lapangan.
 Dalam ilmu manajemen kita memahami bahwa kegagalan suatu strategi dapat disebabkan oleh dua hal yaitu yang pertama adalah strategi iitu sendiri dan yang kedua adalah pelaksanaannya di lapangan. Apa yang terjadi di negeri ini sebenarnya adalah kegagalan dalam menerapkan sistem yang telah kita susun. Namun apa yang kita
lakukan selama ini selalu saja memperdebatkan hal-hal yang sifatnnya perencanaan tanpa pernah kita menerapkannya. Yang terjadi hanyalah ini semua menjadi sebuah omong kosong belaka tanpa penerapan. Mungkin ada kalanya kita sesekali mencoba menerapkan sesuatu tanpa banyak omong semaksimal mungkin. Jika kita telah berhasil melakukannya, barulah kita evaluasi kesalahan yang ada. Jangan hanya ribut pada isu namun kosong dalam praktek.


















“air mata untuk tahun 1928 ketika para pemudah melupakan sumpahnya”

Bukan kami yang mengucap sumpah 85 tahun yang lalu. Tetapi kakek tua renta yang duduk di seberang sana. Maka tidak ada ikatan apa pun bagi kami. Sungguh, Kek, apa yang kakek lakukan 81 tahun silam itu tidak berarti apa-apa bagi kami. Mungkin bagi kakek, itu adalah sebuah bukti pengorbanan dan rasa cinta taah air bagi kakek. Namun bagi kami, kini dimana cinta tanah air sudah tidak lagi populer dan dianggap sebagai sebuah fanatisme sempit dan tergeser oleh tatanan masyarakat global, apa yang kakek lakukan hanya tinggal coretan kata di buku pelajaran anak-anak yang masih memakai baju putih-merah.

Kami putra-putri Indonesia mengaku bertumpah
darah yang satu, Tanah Air Indonesia
Kek, aku ingin bertanya sesuatu. Apa itu tanah air? Kami pun tidak tahu. Sesungguhnya kami adalaha warga negara Indonesia. Kami hanya manusia yang bermukim di wilayah yang kebetulan merupakan bagian dari wilayah kedaulatan NKRI. Bukan berarti kami rela menumpahkan darah demi tempat tinggal kami. Sungguh jika kami mampu, maka kami akan lebih memilih tinggal di negara-negara Eropa sana untuk agar bisa memadu kasih di bayang-bayang keindahan Eiffel, berteriak kebebasan di atas Miss Liberty, atau tersesat di keramaian kota New York. Hanya saja kami tidak mampu. Takdir mendamparkan kami di negeri yang masyarakatnya banyak di bawah garis kemiskinan atau tepat di garis kemiskinan tersebut. Negeri dengan ketimpangan ekonomi yang sangat besar. Dan sebuah negara besar yang bahkan tidak berkutik meski berulang kali diusik oleh tetangganya. Jadi buat apa kami menumpahkan darah untuk tanah ini? Sungguh hanya orang-orang bodoh yang rela menumpahkan darah dan berperang hanya demi apa yang mereka sebut harga diri. Heran
saja di zaman globalisasi ini masih ada orang yang fanatik sempit hanya untuk apa yang mereka sebut tanah air. Kami hanyalah warga negara, kami bukan penduduk. Tidak ada kewajiban bagi kami untuk membela apa yang disebut tanah air. Bahkan kami tidak mengerti apa itu.

Kami putra-putri Indonesia mengaku berbangsa
yang satu, Bangsa Indonesia

Sadarlah, Kek. Jendral tersenyum itu tidak lagi berkuasa. Tidak ada lagi istilah menyatukan keragaman. Di masa sekarang ini yang sedang trend adalah upaya mempertahankan keragaman. Tidak perlulah kalian berbohong dengan berkata hanya ada satu bangsa di NKRI ini. Bahkan secara nyata tampak dari dulu bahwa negara ini didiami oleh
bermacam-macam bangsa yang berbeda baik itu pribumi maupun. Secara ilmiah, tidak ada apa itu yang kalian sebut sebagai Bangsa Indonesia. Selama 32 tahun Orde Baru istilah
Bangsa Indonesia hanya digunakan orang-orang Jawa dalam upayanya menjajah daerah-daerah lain. Kini lihatlah mereka mulai sadar bahwa tidak ada Bangsa Indonesia, yang ada adalah Bangsa Jawa yang memaksakan bangsa-bangsa lain di NKRI ini untuk
mengikuti mereka.Kek, kenapa kalian berbohong bahwa kalian itu sama? Kenapa kalian membuat sumpah palsu bahwa kalian itu satu? Bukankah pada kenyataannya kalian itu berbeda-beda dan itu tidak dapat dipungkiri lagi. Mungkin hanya satu kesamaan kalian pada waktu itu yaitu: sama-sama dijajah! Kenapa pula Kakek bangga mengaku bagian dari mereka? Lihatlah mereka adalah sekumpulan orang-orang yang malas bekerja dan korup. Tidak ada yang membanggakan dari mereka. Lihatlah negara yang kaya ini hancur bukan karena orang lain, tetapi karena perilaku mereka sendiri. Lalu apa yang Kakek banggakan dengan mengaku kalian adalah satu: Bangsa Indonesia?

Kami putra-putri Indonesia menjunjung bahasa
persatuan, Bahasa Indonesia
Kek, ingatkah adikku yang paling kecil kini bersekolah di Taman Kanak-Kanak? Disana dia tidak lagi diajari bahasa persatuan kalian itu. Ini era globalisasi. Maka kini Bahasa Persatuan kami adalah Bahasa Inggris. Bahasa Inggris lah yang menyatukan kami dengan negara-negara lain. Bahasa Inggris pula lah yang menunjukkan seberapa terpelajar kami di masayarakat kita ini. Maka jangan heran jika kini orang tua kami lebih suka
menyekolahkan anaknya di sekoah yang mengajarkan Bahasa Persatuan kami itu. Jangan heran pula jika kini kami lebih suka menggunakan isstilah asing dalam keseharian kami. Karena bahasa persatuan kami adalah Bahasa Inggris. Cukuplah Bahasa Persatuan kalian itu dipelajari dalam sekolahsekolah konvesional kami dari umur 5tahun hingga 18tahun, tidak lebih. Dan jangan berharap kami akan menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari kami karena itu sangat memalukan. Mana mungkin di zaman globalisasi ini kami masih menggunakan bahasa konvensional itu?? Lihatlah buku-buku kami, dapatkah Kakek temukan Bahasa Persatuan kakek? Lihatlah selebaran-selebaran kami yang dipenuhi istilah-istilah Bahasa Persatuan kami. Lihatlah forum-forum terpelajar kami yang mulai meninggalkan Bahasa Persatuan kakek karena sudah ketinggalan zaman. Kek,kenapa 85 tahun yang lalu kalian tidak bersumpah saja menjunjung tinggi Bahasa Inggris? Sekali lagi, Kek, kami sungguh tidak paham dengan kalian. Mengapa kalian membuat sumpah semacam itu 85 tahun yang lalu? Tidak tahukah kakek bahwa Sumpah dan Janji itu sangat sakral dan harus ditepati? Tapi untunglah, Kek, bukan kami yang bersumpah melainkan kalian.
Catatan.
Sumpah pemuda itu sumpahnya siapa? Jika memang pemuda pada zaman itu yang bersumpah, maka tentu kini sumpah itu menjadi sumpah orang tua. Namun sumpah pemuda adalah sumpah yang melekat kepada seluruh pemuda di Indonesia tanpa mengenal
zaman. Catatan ini ditulis dalam rangka memperingati hari sumpah pemuda. Pertanyannya adalah apakah pemuda Indonesia saat ini mau bersumpah semacam ini? Sumpah pemuda kini tidak lebih dari sekedar hiasan dinding di gedung-gedung sekolah tua. Para pemuda lupa akan sumpah yang tidak pernah mereka ucapkan tersebut. Terlepas dari itu semua sumpah pemuda berisi harapan akan Indonesia yang bersatu. Indonesia yang melupakan label-label kedaerahannya dan menyatu menjadi sebuah masyarakat yang satu. Ini merupakan suatu tantangan tersendiri, dimana Indonesia didiami oleh bermacam-macam bangsa yang berbeda-beda. Terlebih lagi di zaman sekarang ini dimana keragaman semakin diperkuat. Sumpah pemuda menyadarkan kita mengapa Indonesia tidak menjadi negara serikat. Negara serikat memelihara keragaman dan menyatukan keragaman tersebut dalam suatu ikatan formal. Namun para pendahulu kita menginkan negara yang satu, negara yang
meskipun terdiri dari berbagai macam bangsa namun melebur menjadi satu yaitu bangsa Indonesia, yang memiliki tanah tumpah darah yang satu, dan berbahasa satu.